Selasa, 16 Februari 2010

dimanakah diri kita?

Tiga Macam Rumah

Rumah milik raja, di dalamnya terdapat harta benda, perbendaharaan dan perhiasan.

Rumah milik hamba, di dalamnya terdapat harta benda, perbendaharaan, dan perhiasan milik si hamba yang tentunya tidak sema dengan milik raja.

Rumah kosong melompong yang tidak ada isinya.

Lalu datang seorang pencuri ingin mencuri salah satu rumah, kira-kira manakah yang akan dimasukinya?

Jika engkau katakana rumah kosong, maka mustahil. Karena rumah kosong tidak berisi harta benda apapun untuk dicuri. Oleh karena itu pernah dikatakan kepada Ibnu Abbas -rodhiyallahu ‘anhu- bahwa mereka mengklaim mereka tidak diusik rasa was-was dalam ibadah mereka. Maka Ibnu Abbas mengatakan, “Apa yang bisa diibuat oleh setan terhadap rumah yang rusak?”

Jika engkau katakana rumah milik raja, maka sepertinya hal itu mustahil dan tidak mungkin. Karena rumah rajadijaga oleh para penjaga dan serdadu sehingga pencuri tidak bisa mendekatinya. Bagaimana tidak penjagannya adalah raja itu sendiri.

Bagaimana mungkin si pencuri bisa mendekatinya sedangkan disekelilingnya bertebaran para penjaga dan serdadu.

Tidak tersisa kecuali rumah milik hamba, itulah rumah yang paling rentan didatangi oleh pencuri.

Orang bijak tentu dapat melihat permisalan ini dengan cermat. Mengumpamakannya ibarat hati manusia, karena keadaannya mirip dengan kondisi ketiga rumah tersebut.

Hati yang kosong dari seluruh kebaikan, itulah hati orang kafir dan munafik. Dan itulah rumah setan. Setan tela menjaganya untuk dirinya dan ia menempatinya. Setan menjadikannya tempat tinggal dan tempat menetap. Lantas apa yang harus dicuri darinya? Di dalamnya tersimpan harta benda, perbendaharaan, dan was-was setan.

Dan hati yang dipenuhi dengan penghormatan terhadap Allah -Azza Wa Jalla-, pengagungan, cinta, muraqabah dan perasaan malu terhadap-Nya. Setan manakah yang berani mendekati hati seperti ini?! Jika ingin mencuri sesuatu darinya apa yang harus ia curi?

Hati yang berisikan tauhid kepada Allah, ma’rifah, mahabbah, iman, pembenaran terhadap janji-janji-Nya. Juga berisi seruan hawa nafsu, akhlak tercela dan dorongan kepada syahwat dan tabiat buruk.

Hati yang berisi dua perkara ini, kadang kala hatinya condong kepada seruan iman, ma’rifah, mahabbah kepada Allah dan kehndak allah semata. Dan kadang kala hatinya condong kepada ajakan setan, hawa nafsu dan tabiat buruk.

Hati inilah yang diminati setan. Setan berusaha untuk menempati dan menguasainya. Dan Allah memberiakn pertolongan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.

ÙˆَÙ…َا النَّصْرُ Ø¥ِلاَّ Ù…ِÙ†ْ عِندِ اللّÙ‡ِ الْعَزِيزِ الْØ­َÙƒِيمِ

“Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”[QS. Ali Imron: 126].

Setan tidak bisa menguasainya kecuali dengan senjata yang dimilikinya. Seta berusaha masuk ke dalamnya dan dia mendapati senjatanya di dalamnya. Sesungguhnya senjata-senjata setan itu adalah syahwat, syubhat, khayalan, dan angan-angan kosong. Semua itu adalah dalam hati tersebut, setanmasuk ke dalamnya dan menemukan senjata itu di dalamnya. Maka setanpun merampas senjata tersebut dan memberikan perlawanan kepada hati. Apabila hamba yang memiliki hati tersebut punya persiapan yang matang berupa iman untuk menghadapi serangan setan, bahkan persiapan yang lebih, amak dia dapat mengatasi setan. Wa laa haula wa laa quwwata illa billah.

Al-Waabil Ash-Shoyyib Minal Kalimith Thoyyib – Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah

Tazkiyatun

Sejenak Bersama Hati

Hati selalu terkait dengan syahwat dan terhijab dari Allah menurut kadar keterkaitannya dengan syahwat.

Hati adalah bejana Allah di muka bumi, hati yang paling disukai oleha Allah adalah hati yang paling lembut, yang paling kuat dan paling terkendali.

Hati yang paling jauh dari Allah adalah hati yang keras.

Kerasnya hati karena empat perkara, apabila telah melewati batas: makan, tidur, berbicara, dan berbaur. Sebagaimana halnya badan apabila maka tidak dapat merasakan kelezatan makanan dan minuman. Demikian pula hati apabila telah sakit karena syahwat maka tidak dapat merasakan manfaat dari nasihat yang diberikan.

Siapa yang ingin membersihkan hatinya maka hendaklah ia utamakan Allah daripada syahwatnya.

Mereka menyibukkan hati dengan urusan dunia. Kalulah mereka menyibukkan hati dengan Allah dan negeri akhirat tentu hati akan dapat menyelami Kalam-Nya dan ayat-ayat-Nya yang dapat disaksikan. Dan tentu hati akan memberikan berbagai keajaiban hikmah dan faidah bagi pemiliknya.

Apabila hati diisi dengan dzikir, disirami dengan tafakkur dan dibersihkan dari kerusakan niscaya ia akan melihat berbagai keajaiban dan akan diberi hikmah.

Kerinduan dengan Allah dan pertemuan dengan-Nya ibarat angin sepoi-sepoi yang berhembus menyejukkan hati dan meringankannya dari kepenatan dunia.

Barang siapa menambatkan hatinya di sisi Robbnya niscaya akan tenanglah hatinya dan lega. Dan barang siapa melepas hatinya bersama manusia niscaya hatinya akan goncang dan akan bertambah kacau.

Apabila Allah menyintai seorang hamba niscaya Dia akan memilihnya untuk diri-Nya, memilihnya untuk menyintai diri-Nya, mengistimewakannya untuk beibadah kepada-Nya, dan menyibukkan hatinya bersama Allah, lisannya dengan berdzikir menyebut-Nya dan anggota badannya berkhidmat untuk-Nya.

Hati bisa sakit sebagaimana halnya badan. Penyembuhnya adalah dengan taubat dan menjaga diri. Hati bisa kotor seperti halnya kaca. Dan cara membersihkannya adalah dengan berdzikir. Hati bisa telanjang seperti halnya badan, hiasannya adalah takwa, hati bisa lapar dan dahaga sebagaimana badan, makanan dan minumannya adalah ma’rifah, cinta, tawakkal, inabah, dan khidmat.

Tidak ada hukuman yang lebih besar atas seorang hamba selain kerasnya hati dan jaunya dari Allah.

Neraka diciptakan untuk melelehkan hati yang keras. Kerusakan hati karena merasa aman dan lalai. Membangunnya adalah dengan rasa takut dan dzikir.

Kalaulah hati diisi dengan rasa cinta, maka akan hilanglah nafsu syahwat darinya.

Barang siapa yang merasa berat dalam hatinya untuk berbuat maksiat kepada Allah niscaya Allah akan membuat hati manusia berat untuk menghinakannya


Al-Fawaaid (Ibnul Qoyyim)

Senin, 15 Februari 2010

Renungan...

Mutiara Hikmah dari Perkataan Abdullah bin Mas’ud –rodhiyallahu ‘anhu -

Seorang laki-laki berkata di sisinya: “Aku tidak suka menjadi golongan kanan, Aku lebih suka menjadi golongan muqorrobin.” Maka Abdullah berkata: “Akan tetapi disini ada seorang laki-laki yang berharap mati tidak dibangkitkan.” (yakni dirinya sendiri).

Pada suatu hari beliau keluar lalu diikuti oleh beberapa orang, beliau berkata kepada mereka: “Apakah kalian punya keperluan?” Mereka menjawab: “Tidak, kami hanya ingin berjalan bersamamu.” Maka beliau berkata: “Kembalilah, karena ini merupakan kehinaan bagi yang mengikuti dan fitnah bagi yang diikuti.”

Beliau pernah berkata: “Kalaulah kalian tahu apa yang aku rasakan dalam hatiku niscaya kalian akan menaburkan tanah di atas kepalaku.”

Beliau berkata: “Barang siapa memberi kebaikan niscaya Allah akan memberinya kebaikan. Dan barang siapa menghindari keburukan niscaya Allah akan menjaganya dari keburukan.”

Beliau berkata: “Orang-orang bertakwa adalah para penghulu, ahli fiqh adalah pemimpin, dan bermajelis dengan mereka adalah peningkatan.”

Beliau juga berkata: “Alangkah indahnya perkara-perkara yang dibenci, yaitu kematian dan kefakiran. Demi Allah, Aku berharap mendapatkan cobaan dari kedua-duanya. Jika cobaan itu adalah kekayaan, maka untuk mengasah kasih saying. Dan jika cobaan itu adalah kefakiran, maka untuk mengasah kesabaran.”

Beliau juga berkata: “Selama engkau berada dalam sholat maka sesungguhnya engkau sedang mengetuk pintu Sang Raja, dan siapa yang mengetuk pintu sang Raja niscaya akan dibukakan untuknya.”

Beliau berkata: “Berapa banyak syahwat yang menimbulkan kesedihan yang berkepanjangan.”

Beliau berkata: “Apabila telah nyata perbuatan zina dan riba di suatu negeri maka telah diumumkan kehancurannya.”

Beliau berkata: “Carilah hatimu di tiga tempat: Ketika mendengar Al-Qur’an, dalam majelis dzikir (kajian ilmu) dan diwaktu-wakru khalwat (menyendiri dengan Allah). Jika engkau tidak menemukannya di tiga tempat itu maka mintalah kepada Allah agar Dia memberimu hati karena sesungguhnya engkau sebenarnya belum punya hati”

Beliau berkata: “Tidak ada yang perlu lebih lama dipenjara selain lisan.”

Beliau juga berkata: “ilmu itu bukan dengan banyaknyanya riwayat akan tetapi ilmu adalah rasa takut kepada Allah.”

Beliau juga berkata: “Hendaknya seorang penghafal Al-Qur’an mengisi malamnya dengan dengan sholat ketika orang orang terlelap tidur, mengisi siangnya dengan berpuasa ketika orang-orang menyantap makanan, menghiasi diri dengan kesediahan ketiaka orang-orang hanyut dalam kegembiraan, dengan tangisnya ketika orang-orang gelak tertawa, dengan diamnya ketika orang-orang sibuk berbincang-bincang, kengan khusyu’nya ketika orang-orang sibuk berbangga-bangga. Seorang penghafal Al-Qur’an hendaknya menjadi orang yang mudah menangis, mudah bersedih, bijaksana, santun dan tenang. Dan seorang penghafal Al-Qur’an hendaklah tidak menjadi orang yang kasar, keras, lalai, banyak omong, suka berteriak, dan cepat tersinggung”

Beliau juga berkata: ”Setiap kegembiraan pasti diiringi kesedihan. Setiap rumah yang dipenuhi nikmat pasti dipenuhi dengan ibrah. Kalian semua adalah tamu, dan hartanya adalah pinjaman. Tamu pasti akan pergi dan barang pinjaman pasti akan dikembalikan kepada pemiliknya”

Al-Fawaaid (Ibnul Qoyyim)